Ingin tulisan kamu menghasilkan uang? Klik link inik

Si Barbar itu Bernama Netizen!


photo by xframe

Beberapa waktu yang lalu netizen Indonesia mendapat peringkat pertama dari sebuah perusahaan raksasa perangkat lunak;  Microsoft Corp. Sistem pemeringkatan yang ditentukan berdasarkan survey Internasional yang kemudian mengeluarkan Indonesia sebagai pengisi posisi puncaknya. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya mendapat peringkat satu di dunia? Wong jadi peringkat satu di kelas saja rasanya sudah seperti menjadi Iron man. Hahaha


Apakah ini sebuah prestasi? Bisa iya, pun bisa tidak.


Yang menjadi ironi adalah Indonesia berada di peringkat puncak sebagai pengguna internet paling tidak sopan. Sangat kontras dengan imej budaya ke-timuran. Secara turun temurun, leluhur bangsa timur mewariskan kultur kesopanan dalam bersikap dan bertutur kata. Di Jepang, anda akan sering menjumpai warga lokal membungkukkan badan setiap mereka memberi salam. Bahkan, mereka akan membungkukkan badan ketika diberikan kesempatan menyeberang jalan oleh pengemudi. Di Jepang memiliki tingkatan kesopanan bahasa; Teinego, Kenjougo, dan Sonkeigo. Bahasa yang digunakan kepada orang yang baru dikenal akan berbeda dengan bahasa yang digunakan kepada “orang dalam”. Eittss, yang dimaksud disini bukan orang andalan dalam mencari kerja ya! Tapi yang dimaksud adalah keluarga inti.


Baca juga: pendidikan, penting atau tidak?

Mirip dengan konsep kesopanan berbahasa di Jawa. Kita mengenalnya dengan Ngoko, Madya, dan Krama. Berbeda dengan di Jepang, tingkat kesopanan berbahasa di Jawa ditentukan berdasarkan status dan usia penutur. Bahasa Jawa merupakan bahasa dengan 83 juta penutur yang menjadikan bahasa dengan penutur terbanyak di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa bahasa Jawa massif digunakan di Indonesia.

Semakin berkembangnya internet di Indonesia, sekat dan hierarki berbahasa seakan telah terkikis. Semakin sering kita bertemu dengan orang baru, semakin tidak tahu kita dengan status dan usia mereka. Hal ini berdampak pada budaya kesopanan berbahasa yang biasa digunakan dalam keseharian. Hal ini pula yang lambat laun mempengaruhi pemilihan kata dalam berkomunikasi via media sosial. Kata umpatan dan sebagainya semakin sering digunakan. Kata makian seakan telah kehilangan makna aslinya, sehingga penggunaannya dialih fungsikan sebagai pemanis dalam memberikan komentar. Media sosial, sebuah tempat yang mewadahi kebebasan berpendapat bahkan kebebasan mengumpat. Dan netizen Indonesia benar benar tahu cara memanfaatkannya.


Dewasa ini, kita sebagai pengguna media sosial tak asing lagi dengan kata umpatan yang berseliweran di kolom komentar. Bahkan sudah menjadi kebiasaan. Menghujat dengan komentar negative laksana pedang bermata dua, bisa menjatuhkan mental atau menaikkan popularitas.


Ya! Hanya di Indonesia, komentar negative digunakan sebagai pijakan meraih popularitas. Para penambang popularitas lewat komentar negative memanfaatkan emosi dari netizen. Akan tetapi, hanya segelintir orang yang dapat memanfaatkan komentar negative menjadi popularitas. Sisanya, Hmmm Biasalahhh!

Baru baru ini, netizen Indonesia dengan senjata “komentarnya” telah mencetak beberapa prestasi yang lumayan membanggakan. Kasus yang pertama, seorang remaja dari Kazakhstan telah disikat habis oleh netizen Indonesia karena dengan congkaknya mengaku tak butuh popularitas dari netizen Indonesia.


Kasus yang kedua, ketika seorang pemuda dari Korea Selatan membully seorang wanita Indonesia di sebuah aplikasi meeting video. Bahkan dia sempat mengatakan bahwa rakyat Indonesia berada di bawah rakyat Korea Selatan. Dalam jangka waktu beberapa hari saja dia langsung membuat klarifikasi permintaan maaf kepada netizen Indonesia.

Dan yang terakhir dan yang paling epic, BWF; sebuah federasi badminton dunia, dipaksa meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia setelah ribuan bahkan jutaan netizen Indonesia menyerang akun sosial media BWF. Wow!!


Kembali lagi ke pertanyaan awal. Apakah ini sebuah prestasi? Dengan tegas saya mengatakan Ya! Sebuah prestasi yang cukup bisa di banggakan. Kita cukup menegaskan kepada masyarakat Internasional bahwa netizen Indonesia menakutkan apabila sudah bersatu. Tetapi, di samping itu ada sebuah nilai luhur yang secara perlahan tapi pasti tergerus, budaya kesopanan!


Baca juga: tanah leluhur agama, kapan pertikaian berakhir?

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak!
Karena kedewasaan tercermin dari apa yang keluar dari mulut dan perilaku.
Termasuk juga jempol saktimu
© Lifestyle. All rights reserved. Developed by Jago Desain